Senin, 11 Juli 2011

PKBU

Eva Nur Mazidah
120710209
PKBU Bu Diah

KUCING

Dalam pementasan Butet, yang berjudul Kucing pada 3 DEsember 2010, dibuat dengan konsep monolog dan bisa dibilang cukup simpel dan sederhana. Hal ini cukup berbeda dengan pementasan-pementasan monolog Butet yang lain, seperti Mayat Terhormat, Matinya Toekang Kritik, dan Sarimin. Konsep-konsep yang sebelumnya bisa dibilang cukup rumit dan tidak sederhana. Walaupun monolog, sebenarnya dibalik layar banyak sekali yang orang yang bekerja untuk menyokong jalannya pertunjukan seperti penata jalannya properti yang dibuat hidup, make-up, lighting, musik, dan lainnya. Namun, usaha dari tim kreatif tersebut berhasil dalam rangka membuat pementasan monolog yang simpel dan sederhana.
Berawal dari keinginan Butet untuk bisa mementaskan monolog ke kota-kota kecil, Butet dan teman-teman merancang Kucing ini sesederhana mungkin. Hal ini dipengaruhi beberapa alasan seperti seringnya dia dimintai pentas di kota-kota kecil tingkat kabupaten atau kecamatan yang mungkin tidak mempunyai gedung pertunjukan yang memadai. Melihat Kucing in bisa ditampilkan dengan konsep minimalis, mereka berharap bisa memulai berkeliling ke kota-kota kecil di Jawa dan kuar Jawa.
Dalam catatan pimpinan produksi, Giras menkritik sikap pemerintah yang tidak perduli dengan keadaan orang-orang yang bekerja di ranah kebudayaan. Dia mengaggap bahwa kebudayaan amsih dianggap sebagai komoditas barang jadi, bukan sebagai budaya yang membentuk watak manusia. Keadaan yang membuat pontang-panting itu, yang di sisi lain merepotkan mereka setiap kali ingin berkarya, menjadi pemicu untuk tetap selalu berkarya dengan kekreatifan dan inovasi mereka. Salah satu contohnya adalah monolog Kucing.
Kucing merupakan salah stu contoh cerpen karya Putu Wijaya yang ditulis ulang oleh oleh Agus Noor. Monolog ini bercerita tentang Butet yang suatu hari memukul kucing tetangganya karena kesal kucing itu memakan rica-rica miliknya. Kajadian itu ternyata berbintut panjang karena Pak RT dating ke rumah Butet dan meminta ganti rugi biaya perawatan kucing. Hal itu disebabkan pemilik kucing itu komplain ke Pak RT. Semakin lama, gara-gara kucing, dia merasa terpojok. Masalah tidak hanya datang dari kucing dan Pak RT, tetapi datang dari istrinya. Butet merasa terjebak dalam konspirasi. Bisa dibilang monolog kucing ini bertema sederhana dan bisa, tetapi di dalamnya menyimpan hakekat dan makna yang dalam.
Monolog kucing in disn lain juga bisa disebut sebagai salah satu bentuk dari wujud seni kreatif. Hal ini dedasari oleh perebdaaan yang signifikan dari dramaturgi Indonesia yang berbeda dengan dramarturgi barat. Teater yang dada d Indonesia merupakan teater tradisi dan teater rakyat yang diwujudkan dengan stilasi, symbol dan lambing-lambang. Kemunculan kembali teater (yang disebut) modern yang khas membuat seni laku realis menjadi kurng diwujudkan. Itulah sebabnya monolog Kucing dibuat Butet untuk mendongkrak seni realis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar